PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lahirnya pemikiran-pemikiran akal manusia terus melaju mengikuti lajunya usia planet bumi ini, sehingga manusia tidak lagi berada dalam dimensi yang sama, mereka tersebar dalam determinasi-determinasi geografis kultur, nilai, ruang dan waktu yang berada dalam kondisi seperti ini komunikasi mulai dihadapkan kepada problema yang bertambah dengan diikuti majunya saranan informasi dan tekhnologiyang emakin canggih sebagai komunikasi massa.
Opini publik sebagai proses yang menggabungkan pikiran, perasaan dan usul yang diungkapakan oleh warga negara secara pribadi terhadap pilihan kebijkan yang disebut oleh pelaku politik. Alat komunikasi politik mendeskripsikan kebijakan pemerintah untuk warga negara itu media massa dalam menyajikan informasi dapat diterima oleh khalayak banayk.
Pada dasarnya teori stimulus-respon merupakan dimana efek sebagai reaksi terhadapa stimulus tertentu. Dengan demikian, seseorang dapat menjelaskan suatu kaitan erat antara
Pesan-pesan media dan reaksi audience.prinsip stimulus –respon ini merupakan dasar dari teori jarum Hypodermic yang memandang bahwa sebuah pemberitahuan massa diibaratakan sebagai obat yang disuntikan kedalam pembuluh darah audience. Namun teori ini mendapat kritk, sehingga penulis mencoba memaparkan teori Kepala Batu (Obstinate Audience) sebagai kajian kritkan terhadap teori Jarum hypodermic.
PEMBAHASAN
TEORI KHALAYAK KEPALA BATU (the obstinate audience)
Khalayak Ada dua pandangan yang secara vis a vis berhadapan tentang sifat khalayak telah melibatkan dua dialektika yang berhubungan. Pertama adalah adanya pertentangan antara dua gagasan yang menyatakan bahwa khalayak adalah publik massa dan di sisi yang lain, gagasan yang menyatakan bahwa khalayak adalah komunitas kecil. Kedua adalah pertentangan antara gagasan yang menyatakan khalayak adalah pasif dan gagasan yang meyakini bahwa khalayak adalah aktif.
Khalayak Aktif versus Khalayak Pasif[1]
Dalam pandangan teori komunikasi massa khalayak pasif dipengaruhi oleh arus langsung dari media, sedangkan pandangan khalayak aktif menyatakan bahwa khalayak memiliki keputusan aktif tentang bagaimana menggunakan media. Selama ini yang terjadi dalam studi komunikasi massa, teori masyarakat massa lebih memiliki kecenderungan untuk menggunakan konsepsi teori khalayak pasif, meskipun tidak semua teori khalayak pasif dapat dikategorisasi sebagai teori masyarakat massa. Demikian juga, sebagian besar teori komunitas yang berkembang dalam studi komunikasi massa lebih cenderung menganut kepada khalayak aktif. Wacana di atas berelasi dengan pelbagai teori pengaruh media yang berkembang setelahnya. Teori “pengaruh kuat” seperti teori peluru (bullet theory) yang ditimbulkan media lebih cenderung untuk didasarkan pada khalayak pasif, sedangkan teori “pengaruh minimal” seperti uses and gratification theory lebih banyak dilandaskan pada khalayak aktif. Dalam kajian yang dilakukan oleh Frank Biocca dalam artikelnya yang berjudul ”Opposing Conceptions of the Audience : The Active and Passive Hemispheres of Communication Theory” (1998), yang kemudian diakui menjadi tulisan paling komprehensif mengenai perdebatan tentang khalayak aktif versus khalayak pasif, ditemukan beberapa tipologi dari khalayak aktif. Pertama adalah selektifitas (selectivity). Khalayak aktif dianggap selektif dalam proses konsumsi media yang mereka pilih untuk digunakan. Merka tidak asal-asalan dalam mengkonsumsi media, namun didasari alasan dan tujuan tertentu. Misalnya, kalangan bisnis lebih berorientasi mengkonsumsi Majalah Swasembada dan Harian Bisnis Indonesia untuk mengetahui perkembangan dunia bisnis, penggemar olahraga mengkonsumsi Tabloid Bola untuk mengetahui hasil berbagai pertandingan olah raga dan sebagainya. Karakteristik kedua adalah utilitarianisme (utilitarianism) di mana khalayak aktif dikatakan mengkonsumsi media dalam rangka suatu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan tertentu yang mereka miliki. Karakteristik yang ketiga adalah intensionalitas (intentionality), yang mengandung makna penggunaan secara sengaja dari isi media. Karakteristik yang keempat adalah keikutsertaan (involvement) , atau usaha. Maksudnya khalayak secara aktif berfikir mengenai alasan mereka dalam mengkonsumsi media. Yang kelima, khalayak aktif dipercaya sebagai komunitas yang tahan dalam menghadapi pengaruh media (impervious to influence), atau tidak mudah dibujuk oleh media itu sendiri (Littlejohn,1996 : 333).
Khalayak yang lebih terdidik (educated people) cenderung menjadi bagian dari khalayak aktif, karena mereka lebih bisa memilih media yang mereka konsumsi sesuai kebutuhan mereka dibandingkan khalayak yang tidak terdidik.
Kita bisa melihat tipologi khalayak pasif dan khalayak aktif ini dari konsumsi media cetak masyarakat di sekitar kita. Media cetak kriminal, seperti Pos Kota dan Lampu Merah di Jakarta, Meteor di Jawa Tengah, Koran Merapi di Yogyakarta dan Memorandum di Jawa Timur sangat populer di kalangan menengah ke bawah. Berbagai harian ini dapat dengan mudah dijumpai di lapak-lapak koran yang bersebaran di pinggir jalan dengan konsumen yang didominasi kalangan menengah ke bawah. Mereka mengkonsumsi media di atas dengan selektivitas yang menimal dan tujuan yang tidak begitu jelas. Berbeda dengan kalangan menengah ke atas yang lebih terdidik yang mengkonsumsi media massa dengan tujuan tertentu secara selektif. Misalnya, mereka yang aktif dalam kegiatan perekonomian tentu akan lebih memilih Bisnis Indonesia dibanding memilih media lain. Alasan mereka memilih media ini tentu saja karena harian ini lebih banyak mengupas masalah ekonomi dan dunia usaha yang berhubungan langsung dengan kehidupan mereka sehari-hari.
Namun mayoritas ahli komunikasi massa dewasa ini lebih meyakini bahwa komunitas massa dan dikotomi aktif-pasif merupakan konsep yang terlalu sederhana atau deterministik, karena konsep-konsep di atas tidak mampu menelaah kompleksitas sebenarnya dari khalayak. Bisa jadi pada saat tertentu khalayak menjadi khalayak aktif, namun pada saat yang lain mereka menjadi khalayak pasif, sehingga pertanyaannya kemudian bergeser lebih jauh mengenai kapan dan dalam situasi apa khalayak menjadi lebih mudah terpengaruh.
Asumsi dasarnya: bahwa khalayak justru sangat berdaya dan sama sekali tidak pasif dalam proses komunikai politik.
Teori ini ditandai pemahaman psikologi bahwa dalam diri individu, ada kemampuan untuk menyeleksi apa saja yang berasal dari luar dan tidak direspon begitu saja.
Dengan gugrnya asumsi khalayak tidak berdaya dan media perkasa seperti yang telah disinggung diatas berkembanglah asumsi baru, bahwa khalayak justru sangat berdaya dan sama sekali tidak pasif dalam proses komunikasi poltik. Bahkan, khlayak memiliki daya serap terhadap semua rangsangan yang menyentuhnya. Dalam hal ini para pakar Willbul Scramm dan Roberts (dalam arifin, 2003:46) mengoreksi teorinya dan megakui adanya teori baru yang dikenal dengan nama teori khlayak kepala batu (the obstinate audience).
Teori khalayak kepala batu itu dikembangkan pakar psikologi-Raymound Bauer (1973). Bahkan, telah diperkenalakan oleh I.A Richard sejak 1936, dan telah diamalkan atau diaplikasikan oleh ahli retrorika pada zaman Yunani dan Romawi 2000 tahun lalu. Roeumond mengkritik potret khalayak sebagai robot pasif. Khalayak hanya bersedia mengikuti pesan bila pesan itu memberikan keuntungan atau memenuhi kepentingan dan kebutuhan khalayak. Komunikasi tidak lagi bersifat linier tetapi merupakan transaksi.[2]
Media massa memasang pengaruh, tetapi pengaruh itu di saring, diseleksi, dan diterima atau ditolak oleh filter konseptual[3] atau faktor-faktor pribadi yang mempengaruhi reaksi mereka.
Masyarakat atau khalayak memiliki hak untuk memilih informasi yang mereka perlukan. Kemampuan untuk menyeleksi informasi terdapat pada khalayak menurut perbedaan individu, persepsi dan latar belakang budaya sosial.[4]
Perbedaan individu bahwa anak-anak cenderung lebih senang dengan tontonan atau film yang bernuansa permaianan, kartun dan cerita anak-anak, sementara perempuan lebih senag dengan sajian tontonan sinetron dan berita gosip. Perbedaan persepsi diakibatkan oleh pengalaman individu, misalnya usia dan faktor psikologis dengan jenis tayangan televisi kadang orang tua senang dengan tayangan yang serius atau drama dibandingkan anak-anak atau kaula muda yang senang sajian acara musik, sama halnya dengan menentukan media bacaan dalam surat kabar orang yang berlatar belakang pendidikan cenderung bacaan surat kabar yang banyak dengan ulasan, siaran berita, dan musik. Perbedaan sosial budaya dapat dilihat dari segi :
1. Pendidikan
2. Ekonomi
3. Etnis
4. Agama
5. Dan kedudukan dalam masyarakat
Uses and grafitation model ini dibangun denagan asumsi dasar bahwa manusia adalah makhluk yang sangat rasional dan sanagat aktif, dianamis, dan selektif terhadap semua pengaruh diluara dirinya. Khalayak yang selektif akan memilih berdasarkan kegunaan dan pemenuhan kepuasan pribadinya.
Uses and grafitation sebagai pendukung teori ini dikembangkan oleh Elihu Katz; Jay G. Blumler; dan Michael Gurevitch (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1984), uses and gratifications meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial, yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber-sumber lain , yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan (atau keterlibatan pada kegiatan lain), dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat lain.
Kristalisasi dari gagasan, anggapan, temuan penelitian tentang Uses and Gratification Media mengatakan, bahwa kebutuhan social dan psikologis menggerakkan harapan pada media massa atau sumber lain yang membimbing pada perbedaan pola-pola terpaan media dalam menghasilkan pemuasan kebutuhan dan konsekuensi lain yang sebagian besar mungkin tidak sengaja.
Elihu Katz;Jay G. Blumler; dan Michael Gurevitch (dalam Baran dan Davis, 2000) menguraikan lima elemen atau asumsi-asumsi dasar dari Uses and Gratification Media sebagai berikut:
1. Audiens adalah aktif, dan penggunaan media berorientasi pada tujuan.
2. Inisiative yang menghubungkan antara kebutuhan kepuasan dan pilihan media spesifik terletak di tangan audiens.
3. Media bersaing dengan sumber-sumber lain dalam upaya memuaskan kebutuhan audiens
4. Orang-orang mempunyai kesadaran-diri yang memadai berkenaan penggunaan media, kepentingan dan motivasinya yang menjadi bukti bagi peneliti tentang gambaran keakuratan penggunaan itu.
5. Pertimbangan seputar keperluan audiens tentang media spesifik atau isi harus dibentuk.
Pada dasarnya teori kahalayak kepala batu dan teori kepala batu dan Uses and Gratification serta teori lainnya dan model yang disebutkan dimuka dapat dimasukan kedalam kelompok besar perspektif atau paradigma psikologi komunikasi politik. Meskipun individu menerima pesan karena kegunaan atau untuk kebutuhan dirinya berdasarkan perbedaan individu, katagori sosial atau hubungan sosial, namun terpenting dalam perspektif psikologi inilah semua pesan politik itu boleh diolah secara internal pada diri individu.
Dengan demikian, setiap individu akan menyaring, menyeleksi dan mengolah secara internal semua pesan yang berda dari luar dirinya. Itulah proses psikologi yang mendasar, dan karenanya setiap individu harus memiliki daya seleksi sebagai filter konseptual.
KESIMPULAN
Teori khalayak kepala batu (the obstinate audience) adalah kritik terhadap teori jarum hypodermic atau teori peluru yang tidak percaya bahwa khalayak itu pasif, tidak mampu melawan keperkasaan media. Tokoh teori ini ialah L. A. Richard (1936), Reymound Bauer (1936), schramm & Robert (1977). Teori ini didukung oleh model Uses and Gratification (guna dan kepuasan) oleh Elihu Katz, Jay G. Blumler dan Michael Gurevith (1974) yng beranggapan bahwa manusia merupakan makhluk yang rasional, aktif, dinamis dan selektif terhadap semua pengaruh dari luar dirinya. Aspek kegunaan dan kepuasan bagi diri pribadi menjadi pertimbangan dalam pilihan khlayak.
Referensi
- Sosiaologi komunikasi, prof. Dr. H.M Burhan bungin, S.Sos M.Si penerbit Prenada media Group. Jakarta 2007
- Komunikasi politik, Ardial. Penerbit Indeks. Jakarta 2005
- ADI PRAKOSA. Jakarta, Indonesia. Alumni Universitas Sebelas Maret, Dosen FISIP Universitas Nasional (blog efek komunikasi massa)
- Teori-teori komunikasi politik, by achmad sulfikar (blog playboy elite)
- http://wikipedia//teori komunikasi politik.com
- google//komunikasi indonesia//budaya politik indonesia
[1] TEORI MEDIA DAN KHALAYAK DALAM KOMUNIKASI MASSA
Oleh : Fajar Junaedi S.Sos, M.Si
[2] Ardial, komunikasi politik 145..
[3] Filter Konseptual atau kesadaran aku dalam komunikasi politik dapat berupa keyakinanan politik, sikap politik, dan tanggapan politik. Cara kerja filter konseptual itu dapa diamati melalui masukan (input) rangsangan (output) yang berbentuk tindakan atau prilaku…
[4] Achmad Sulfikar, artikel teori khalayak…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar